Rabu, 19 April 2017

SIM (Sistem Informasi Manajemen)
Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Manejemen Resiko
Dosen Pengampu : Gita Danupranata, S.E., M.M.

Disusun Oleh :
4.      Nurani Afifah Rahma             20140730042




EKONOMI & PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

1.    Pengertian SIM (Sistem Informasi Manajemen)
Di era modern ini teknologi berdampak positif bagi kemajuan zaman, salah satunya kemajuan teknologi dibidang system informasi manajemen. Sehingga teknologi dapat mempermudah kegiatan perusahaan dan meminimalisir risiko.
Sistem Informasi  Manajemen (SIM) adalah system perencanaan bagian pengendalian internal bisnis yang meliputi pemanfaatan manusia, dokumen, teknologi, dan prosedur oleh akuntansi manajemen untuk mencegah masalah bisnis seperti biaya produk, layanan, atau suatu strategi bisnis. Sistem Informasi Bisnis (SIM) dibedakan dengan Sistem Informasi (SI) biasa Karena SIM digunakan untuk menganalisis system informasi lain yang diterapkan pada aktifitas opeasional organisasi. 

2.    Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
Seiring dengan semakin kompleksnya peningkatan risiko yang dihadapi bank terkait pemanfaatan bank dalam pencucian uang dan pendanaan terorisme, maka Bank perlu meningkatkan tata kelola bank yang sehat (Good Corporate Governance) dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam penerapan manajemen risiko terkait dengan Program Anti PencucianUang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Teroris (PPT). Dengan diterapkannya Pedoman Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme, bertujuan untuk mengarahkan Bank dalam melakukan pengendalian pencucian uang dan pendanaan teroris memelalui upaya-upaya yang tidak hanya ditujukan   juga untuk mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari strategi yang bersifat dalam mengendalikan pencegahan pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Untuk mempermudah Bank dalam mengendalikan pencucian uang dan pendanaan terorisme, kami memiliki solusi dengan Aplikasi APU - PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris). Aplikasi ini merupakan aplikasi berbasis web yang dipergunakan untuk membantu Bank dalam upaya mencegah aliran dana melalui perbankan yang diperoleh dari hasil kejahatan yang jumlahnya besar dan saat ini semakin terus meningkat, dan untuk mengurangi risiko bagi Bank sebagai penyedia jasa keuangan dari pihak-pihak yang menjadikan bank sebagai sarana pencucian uang. Aplikasi APU - PPT ini didasari ketentuan dari Undang-undang dan Bank Indonesia, antara lain :
a.    Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
b.    Peraturan Bank Indonesia No.11/28/PBI/2009 sebagaimana di perbaharui dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris Bagi Bank Umum.
c.    Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/21/DPNP tanggal 14 Juni 2013 perihal Penerapan Program anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris Bagi Bank Umum.
Implementasi aplikasi APU-PPT akan memberikan benefit bagi Bank, diantaranya :
1.    Memudahkan dalam mengenal nasabah, diataranya:
a.       Profil nasabah yang belum dikinikan.
b.      Analisis perilaku walk in customer.
2.    Memberikan informasi secara cepat tentang nasabah yang dapat dikategorikan sebagai High Risk Customer. Sehingga bank dapat melakukan tindak lanjut pencegahan dari hal-hal yang berisiko bagi bank.
3.    Mengidentifikasi transaksi yang dikategorikan sebagai transaksi yang mencurigakan (Suspicious Transaction).
4.    Mempercepat pelaporan terjadinya transaksi mencurigakan (Suspicious Transaction) kepada Unit Kerja Prinsip Mengenal Nasabah (UKPN) terkait, sehingga mempercepat pula pelaporan ketingkat pusat dan kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan).
5.    Dapat melakukan monitoring tindak lanjut terkait dengan APU PPT.

       Berikut arsitektur dari aplikasi APU-PPT (Ruang Lingkup Modul) yang kami    bangun:

Modul-modul utama pada aplikasi APU-PPT dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    APU-PPT Awarenessmerupakan modul yang berfungsi sebagai data base APU-PPT dalam meningkatkan kesadaran dari seluruh stakeholder (karyawan dan pejabat) tentang APU-PPT.
2.    Pengkinian Data Nasabah, merupakan modul yang berfungsi untuk menampung data profil nasabah yang harus dilakukan pengkinian sesuai dengan mandatory field.
3.    Analisis Perilaku Customer, merupakan  modul yang berfungsi untuk mengelola hasil analisis perilaku nasabah yang dating kelayanan Bank baik Teller maupun Customer Service. Nasabah yang akan dianalisis adalah nasabah bank maupun non nasabah. Perilaku yang akan dianalisis terkait dengan masalah identitas, transaksi uang palsu, gerak-gerik yang mencurigakan, dana spek lainnya yang dianggap mencurigakan.
4.    Anti Pencucian Uang, merupakan  modul  yang berfungsi untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan baik dari sisi histori stransaksi, high risk country, high risk job, dan daftar teroris internasional, dan dapat membuat laporan CTR yang wajib dilaporkan dan daftar CTR yang dapat dikecualikan sesuai update ketentuan PPATK
5.    Pencegahan Pendanaan Terorisme, merupakan  modul  yang berfungsi untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan baik dari sisi historis transaksi, high risk country, high risk job, dan daftar teroris internasional, dan dapat mengimport data terorisme yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, PPATK dan lembaga internasional secara mudah.
6.    Reporting & Executive View, berfungsi untuk mengelo lalaporan untuk kebutuhan internal maupun eksternal (PPATK) dan monitoring tindak lanjut.
7.    User & Role Management, merupakan modul untuk mengelola pengguna (user) aplikasi dan hak aksesnya terhadap fungsi/modul.8.    Administrasi Data, merupakan modul untuk mengelola data master yang diperlukan dalam penggunaan aplikasi, dimana setiap data-data yang terlibat di dalamnya dapat dimodifikasi sesuai keperluan.



Jumat, 17 Februari 2017



PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18/POJK.03/2016
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

Menimbang:
a.      bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat yang akan diikuti oleh semakin kompleksnya risiko bagi kegiatan usaha perbankan tersebut;
b.      bahwa semakin kompleksnya risiko bagi kegiatan usaha perbankan akan meningkatkan kebutuhan praktek tata kelola yang baik (good governance) serta fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko bank;
c.       bahwa peningkatan fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko dimaksudkan agar aktivitas usaha yang dilakukan oleh bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank;
d.      bahwa pengelolaan setiap aktivitas fungsional bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem dan proses pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif;
e.      bahwa dalam rangka menciptakan prakondisi dan infrastruktur pengelolaan risiko, bank wajib mengambil langkah-langkah persiapan pelaksanaan pengelolaan risikonya;
f.        bahwa transparansi merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pengendalian risiko yang dihadapi bank;
g.      bahwa peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko akan mendukung efektivitas kerangka pengawasan bank berbasis risiko;
h.      bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum;
Mengingat:
1.      Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
2.      Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.      Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
2.      Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu.
3.      Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.
4.      Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank, termasuk Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk.
5.      Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif, termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option.
6.      Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank.
7.      Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
8.      Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan.
9.      Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
10.  Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.
11.  Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
12.  Direksi:
a.      bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
b.      bagi Bank berbentuk badan hukum:
1)      Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
2)      Perusahaan Daerah adalah direksi pada Bank yang belum berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
c.       bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
d.      bagi Bank yang berstatus sebagai kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang.
13.  Dewan Komisaris:
a.      bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
b.      bagi Bank berbentuk badan hukum:
1)      Perusahaan Umum Daerah adalah dewan pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
2)      Perusahaan Perseroan Daerah adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
3)      Perusahaan Daerah adalah pengawas pada Bank yang belum berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
c.       bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
d.      bagi Bank yang berstatus sebagai kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri adalah pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi pengawasan.
14.  Perusahaan Anak adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Bank secara langsung maupun tidak langsung, baik di dalam maupun di luar negeri yang melakukan kegiatan usaha di bidang keuangan, yang terdiri atas:
a.      perusahaan subsidiari (subsidiary company) yaitu Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari 50% (lima puluh persen);
b.      perusahaan partisipasi (participation company) adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% (lima puluh persen) atau kurang, namun Bank memiliki pengendalian terhadap perusahaan;
c.       perusahaan dengan kepemilikan Bank lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) yang memenuhi persyaratan yaitu:
1)      kepemilikan Bank dan para pihak lainnya pada Perusahaan Anak adalah masing-masing sama besar; dan
2)      masing-masing pemilik melakukan pengendalian secara bersama terhadap Perusahaan Anak;
d.      entitas lain yang berdasarkan standar akuntansi keuangan harus dikonsolidasikan.
BAB II
RUANG LINGKUP MANAJEMEN RISIKO

Pasal 2
1.      Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, baik untuk Bank secara individu maupun untuk Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
2.      Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup:
a.      pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris;
b.      kecukupan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta penetapan limit Risiko;
c.       kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan
d.      sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Pasal 3
Penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha, serta kemampuan Bank.
Pasal 4
1.      Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup:
a.      Risiko Kredit;
b.      Risiko Pasar;
c.       Risiko Likuiditas;
d.      Risiko Operasional;
e.      Risiko Hukum;
f.        Risiko Reputasi;
g.      Risiko Stratejik; dan
h.      Risiko Kepatuhan.
2.      Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko untuk seluruh Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB III
PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
Bank wajib menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Bagian Kedua
Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi

Pasal 6
1.      Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bagi Direksi paling sedikit:
a.      menyusun kebijakan dan strategi Manajemen Risiko secara tertulis dan komprehensif;
b.      bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur Risiko yang diambil oleh Bank secara keseluruhan;
c.       mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi;
d.      mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi;
e.      memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko;
f.        memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah beroperasi secara independen; dan
g.      melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan:
1)      keakuratan metodologi penilaian Risiko;
2)      kecukupan implementasi sistem informasi Manajemen Risiko; dan
3)      ketepatan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta penetapan limit Risiko.
2.      Dalam rangka melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi harus memiliki pemahaman yang memadai mengenai Risiko yang melekat pada seluruh aktivitas fungsional Bank dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil Risiko Bank.

Bagian Ketiga
Wewenang dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris

Pasal 7
Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bagi Dewan Komisaris paling sedikit:
a.      menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko;
b.      mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
c.       mengevaluasi dan memutuskan permohonan Direksi yang berkaitan dengan transaksi yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris.

BAB IV
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR MANAJEMEN RISIKO
SERTA PENETAPAN LIMIT RISIKO
Bagian Kesatu
Kebijakan Manajemen Risiko

Pasal 8
Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b paling sedikit memuat:
a.      penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan;
b.      penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen Risiko;
c.       penentuan limit dan penetapan toleransi Risiko;
d.      penetapan penilaian peringkat Risiko;
e.      penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk (worst case scenario); dan
f.         penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko.

Bagian Kedua
Prosedur Manajemen Risiko dan Penetapan Limit Risiko

Pasal 9
1.      Prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b wajib disesuaikan dengan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap Risiko Bank.
2.      Prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a.      akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;
b.      pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko secara berkala; dan
c.       dokumentasi prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko secara memadai.
3.      Penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencakup:
a.      limit secara keseluruhan;
b.      limit per jenis Risiko; dan
c.        limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur Risiko.

BAB V
PROSES IDENTIFIKASI, PENGUKURAN, PEMANTAUAN, DAN PENGENDALIAN RISIKO SERTA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 10
1.      Bank wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c terhadap faktor-faktor Risiko (risk factors) yang bersifat material.
2.      Pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didukung oleh:
a.      sistem informasi manajemen yang tepat waktu; dan
b.       laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan, kinerja aktivitas fungsional, dan eksposur Risiko Bank.

Bagian Kedua
Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko

Pasal 11
1.      Dalam rangka melaksanakan proses identifikasi Risiko, Bank wajib melakukan analisis paling sedikit terhadap:
a.      karakteristik Risiko yang melekat pada Bank; dan
b.      Risiko dari produk dan kegiatan usaha Bank.
2.      Dalam rangka melaksanakan pengukuran Risiko, Bank wajib paling sedikit melakukan:
a.      evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko; dan
b.      penyempurnaan terhadap sistem pengukuran Risiko dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor Risiko, yang bersifat material.
3.      Dalam rangka melaksanakan pemantauan Risiko, Bank wajib paling sedikit melakukan:
a.      evaluasi terhadap eksposur Risiko; dan
b.      penyempurnaan proses pelaporan dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi, faktor Risiko, teknologi informasi, dan sistem informasi Manajemen Risiko Bank yang bersifat material.
4.      Bank wajib melaksanakan proses pengendalian Risiko untuk mengelola Risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank.
5.      Dalam melaksanakan fungsi pengendalian Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, dan Risiko Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan huruf c, Bank paling sedikit menerapkan Assets and Liabilities Management (ALMA).

Bagian Ketiga
Sistem Informasi Manajemen Risiko

Pasal 12
1.      Sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf c, mencakup laporan atau informasi paling sedikit mengenai:
a.      eksposur Risiko;
b.      kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9; dan
c.       realisasi pelaksanaan Manajemen Risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
2.      Laporan atau informasi yang dihasilkan dari sistem informasi Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan secara rutin kepada Direksi.

BAB VI
SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13
Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi Bank.
Pasal 14
1.      Pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 paling sedikit mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi.
2.      Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memastikan:
a.      kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan serta kebijakan atau ketentuan intern Bank;
b.      tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu;
c.       efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional; dan
d.      efektivitas budaya Risiko (risk culture) pada organisasi Bank secara menyeluruh.

Bagian Kedua
Sistem Pengendalian Intern dalam
Penerapan Manajemen Risiko

Pasal 15
1.      Sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d paling sedikit mencakup:
a.      kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan usaha Bank;
b.      penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko, serta penetapan limit Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9;
c.       penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian;
d.      struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha Bank;
e.       pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu;
f.        kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan perundang-undangan;
g.      kaji ulang yang efektif, independen, dan obyektif terhadap prosedur penilaian kegiatan operasional Bank;
h.      pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi Manajemen Risiko;
i.        dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan, dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank berdasarkan hasil audit; dan
j.        verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan kelemahan Bank yang bersifat material dan tindakan pengurus Bank untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi.
2.      Penilaian terhadap sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh satuan kerja audit intern. 



BAB VII
ORGANISASI DAN FUNGSI MANAJEMEN RISIKO

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 16
Dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem Manajemen Risiko yang efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Bank wajib membentuk:
a.      komite Manajemen Risiko; dan
b.      satuan kerja Manajemen Risiko.

Bagian Kedua
Komite Manajemen Risiko

Pasal 17
1.      Komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a paling sedikit terdiri atas:
a.      mayoritas Direksi; dan
b.      pejabat eksekutif terkait.
2.      Wewenang dan tanggung jawab komite Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah memberikan rekomendasi kepada direktur utama, yang paling sedikit mencakup:
a.      penyusunan kebijakan, strategi, dan pedoman penerapan Manajemen Risiko;
b.      perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Manajemen Risiko; dan
c.       penetapan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal.

Bagian Ketiga
Satuan Kerja Manajemen Risiko

Pasal 18
1.      Struktur organisasi satuan kerja Manajemen Risiko Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha Bank serta Risiko yang melekat pada Bank.
2.      Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen terhadap satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan terhadap satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern.
3.      Satuan kerja Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab langsung kepada direktur utama atau kepada direktur yang ditugaskan secara khusus.
4.       Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko meliputi:
a.      pemantauan pelaksanaan strategi Manajemen Risiko yang telah disetujui oleh Direksi;
b.      pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko, dan per jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing;
c.       kaji ulang secara berkala terhadap proses Manajemen Risiko;
d.      pengkajian usulan aktivitas dan/atau produk baru;
e.      evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur Risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model);
f.        memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan/atau kepada komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki; dan
g.      menyusun dan menyampaikan laporan profil Risiko kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite Manajemen Risiko secara berkala.

Bagian Keempat
Hubungan Satuan Kerja Operasional dengan Satuan Kerja Manajemen Risiko

Pasal 19
Satuan kerja operasional (risk-taking unit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) wajib menginformasikan eksposur Risiko yang melekat pada satuan kerja yang bersangkutan kepada satuan kerja Manajemen Risiko secara berkala.

BAB VIII
PENGELOLAAN RISIKO PRODUK DAN AKTIVITAS BARU

Pasal 20
1.      Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis untuk mengelola Risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru Bank.
2.      Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup:
a.      sistem dan prosedur (standard operating procedures) serta kewenangan dalam pengelolaan produk dan aktivitas baru;
b.      identifikasi seluruh Risiko yang melekat pada produk atau aktivitas baru, baik yang terkait dengan Bank maupun nasabah;
c.       masa uji coba metode pengukuran dan pemantauan Risiko terhadap produk dan aktivitas baru;
d.       sistem informasi akuntansi untuk produk dan aktivitas baru;
e.      analisa aspek hukum untuk produk dan aktivitas baru; dan
f.         transparansi informasi kepada nasabah.
3.      Produk atau aktivitas Bank merupakan suatu produk baru atau aktivitas baru jika memenuhi kriteria:
a.      tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya oleh Bank; atau
b.       telah diterbitkan atau dilaksanakan sebelumnya oleh Bank namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan eksposur Risiko tertentu pada Bank.

Pasal 21
Bank dilarang menugaskan atau menyetujui pengurus dan/atau pegawai Bank untuk memasarkan produk atau melaksanakan aktivitas yang bukan merupakan produk atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank.

Pasal 22
Bank wajib menerapkan transparansi informasi produk atau aktivitas Bank kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf f, baik secara tertulis maupun lisan.

BAB IX
PELAPORAN

Bagian Kesatu
Laporan Profil Risiko serta Laporan Produk dan Aktivitas Baru

Pasal 23
1.      Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko kepada Otoritas Jasa Keuangan.
2.      Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko, wajib memuat substansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada direktur utama dan komite Manajemen Risiko.
3.      Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan September, dan bulan Desember.
4.      Laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan.
5.      Dalam hal diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank menyampaikan laporan profil Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di luar jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 24
1.      Bank wajib menyampaikan laporan produk atau aktivitas baru kepada Otoritas Jasa Keuangan, yang terdiri atas:
a.      Laporan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru; dan
b.      Laporan realisasi penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru.
2.      Laporan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum penerbitan atau pelaksanaan produk atau aktivitas baru.
3.      Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah produk atau aktivitas baru dilakukan.
4.      Selain memenuhi ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru yang memenuhi kriteria dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a wajib dicantumkan dalam rencana bisnis Bank.
5.       Berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Otoritas Jasa Keuangan dapat melarang Bank untuk menerbitkan produk atau melaksanakan aktivitas baru yang direncanakan.
6.      Dalam hal dikemudian hari berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan, produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan memenuhi kondisi:
a.      tidak sesuai dengan rencana penerbitan produk atau aktivitas baru yang dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan;
b.      berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank; dan/atau
c.       tidak sesuai dengan ketentuan,
Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan produk yang diterbitkan atau aktivitas yang dilaksanakan.
7.      Laporan rencana dan realisasi atas penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu diatur secara tersendiri dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.

Bagian Kedua
Laporan Lain

Pasal 25
1.      Bank wajib menyampaikan laporan lain kepada Otoritas Jasa Keuangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank.
2.      Bank wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan lain yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko dan/atau terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu secara berkala atau sewaktu-waktu dalam hal diperlukan.
3.      Format dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur tersendiri dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.

Bagian Ketiga
Batas Waktu Penyampaian Laporan

Pasal 26
Bank dianggap terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 apabila laporan disampaikan melampaui batas waktu penyampaian.

Bagian Keempat
Alamat Penyampaian

Pasal 27
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan alamat:
a.      Departemen Pengawasan Bank terkait, bagi Bank yang berkantor pusat atau kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; atau
b.      Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat sesuai wilayah tempat kedudukan kantor pusat Bank.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Bagian Kesatu
Penilaian Penerapan Manajemen Risiko

Pasal 28
Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan penilaian terhadap penerapan Manajemen Risiko pada Bank.

Pasal 29
Bank wajib menyediakan data dan informasi yang berkaitan dengan penerapan Manajemen Risiko kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Bagian Kedua
Aspek Pengungkapan Kinerja dan Kebijakan Manajemen Risiko

Pasal 30
1.      Bank wajib melakukan pengungkapan Manajemen Risiko dalam laporan publikasi tahunan Bank.
2.      Pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup kinerja Manajemen Risiko dan arah kebijakan Manajemen Risiko.
BAB XI
SANKSI

Pasal 31
1.      Bank yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1) huruf b, Pasal 24 ayat (3), Pasal 24 ayat (7) atau Pasal 25 ayat (2), dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan per laporan.
2.      Bank yang belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1) huruf b, Pasal 24 ayat (3), Pasal 24 ayat (7) atau Pasal 25 ayat (2) setelah 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per laporan.
3.      Bank yang belum menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1) huruf b, Pasal 24 ayat (3), Pasal 24 ayat (7) atau Pasal 25 ayat (2) dan telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
4.      Bank yang tidak menyampaikan laporan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
5.      Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1) huruf b, Pasal 24 ayat (3), Pasal 24 ayat (7) atau Pasal 25 ayat (2), namun:
a.      dinilai tidak lengkap secara signifikan; dan/atau
b.      tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang material,
sesuai dengan format yang ditentukan, dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
6.      Bank dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) setelah:
a.      Bank diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap surat teguran; dan
b.      Bank tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah surat teguran terakhir.

Pasal 32
Bank yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 4 ayat (2), Pasal 5, Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (3), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 11 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2), Pasal 13, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (2), Pasal 16, Pasal 19, Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, Pasal 22, Pasal 29 atau Pasal 30 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dan ketentuan pelaksanaan terkait lainnya dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
a.      teguran tertulis;
b.      penurunan tingkat kesehatan Bank;
c.        pembekuan kegiatan usaha tertentu;
d.      pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat Tidak Lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau
e.      pemberhentian pengurus Bank.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 34
1.      Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:
a.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292); dan
b.      Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2.      Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.
3.      Dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, pengaturan yang sebelumnya mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi bank umum menjadi mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Pasal 35
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 2016

KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,

ttd

MULIAMAN D. HADAD
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 53
Salinan sesuai dengan aslinya
Direktur Hukum 1
Departemen Hukum

ttd

Yuliana
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 18 /POJK.03/2016
TENTANG
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

        i.            UMUM
Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Pesatnya perkembangan lingkungan eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha perbankan. Oleh karena itu, agar mampu beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, Bank dituntut untuk menerapkan Manajemen Risiko. Dalam kaitan ini, prinsip-prinsip Manajemen Risiko yang akan dianut dan diterapkan pada perbankan Indonesia diarahkan sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlements melalui Basel Committee on Banking Supervision. Prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya merupakan standar bagi dunia perbankan untuk dapat beroperasi secara lebih berhati-hati dalam ruang lingkup perkembangan kegiatan usaha dan operasional perbankan yang sangat pesat dewasa ini.
Melalui penerapan Manajemen Risiko, Bank diharapkan dapat mengukur dan mengendalikan Risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usahanya dengan lebih baik. Selanjutnya, penerapan Manajemen Risiko yang dilakukan perbankan akan mendukung efektivitas kerangka pengawasan Bank berbasis Risiko yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Upaya penerapan Manajemen Risiko dimaksud tidak hanya ditujukan bagi kepentingan Bank tetapi juga bagi kepentingan nasabah. Salah satu aspek penting dalam melindungi kepentingan nasabah dan dalam rangka pengendalian Risiko adalah transparansi informasi terkait produk atau aktivitas Bank.
Penerapan Manajemen Risiko dapat bervariasi antara satu Bank dengan Bank lain sesuai dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha, kemampuan keuangan, infrastruktur pendukung serta kemampuan sumber daya manusia.
            Otoritas Jasa Keuangan menetapkan ketentuan ini sebagai standar minimal yang harus dipenuhi oleh perbankan Indonesia dalam menerapkan Manajemen Risiko. Dengan ketentuan ini, Bank diharapkan mampu melaksanakan seluruh aktivitasnya secara terintegrasi dalam suatu sistem pengelolaan Risiko yang akurat dan komprehensif.

       ii.            PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Termasuk dalam cakupan penerapan Manajemen Risiko adalah penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3
Kompleksitas usaha antara lain keragaman dalam jenis transaksi, produk atau jasa, dan jaringan usaha.
Kemampuan Bank antara lain kemampuan keuangan, infrastruktur pendukung, dan kemampuan sumber daya manusia.

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Termasuk dalam kelompok Risiko Kredit adalah Risiko konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk.
Risiko konsentrasi kredit merupakan Risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank.
Counterparty credit risk merupakan Risiko yang timbul akibat terjadinya kegagalan pihak lawan dalam memenuhi kewajibannya dan timbul dari jenis transaksi yang memiliki karakteristik tertentu, misalnya transaksi yang dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar.
Settlement risk merupakan Risiko yang timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan.
Huruf b
Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar, Risiko komoditas, dan Risiko ekuitas.
Yang dimaksud dengan “Risiko suku bunga” adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book atau akibat perubahan nilai ekonomis dari posisi banking book, yang disebabkan oleh perubahan suku bunga.
Dalam kategori Risiko suku bunga termasuk pula Risiko suku bunga dari posisi banking book yang antara lain meliputi repricing risk, yield curve risk, basis risk, dan optionality risk.
Yang dimaksud dengan “Risiko nilai tukar” adalah Risiko akibat perubahan nilai posisi trading book dan banking

book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas.
Yang dimaksud dengan “Risiko komoditas” adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book dan banking book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas.
Yang dimaksud dengan “Risiko ekuitas” adalah Risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi trading book yang disebabkan oleh perubahan harga saham.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Risiko Hukum timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna.
Huruf f
Risiko Reputasi timbul antara lain karena adanya pemberitaan media dan/atau rumor mengenai Bank yang bersifat negatif, serta adanya strategi komunikasi Bank yang kurang efektif.
Huruf g
Risiko Stratejik timbul antara lain karena Bank menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi dan misi Bank, melakukan analisis lingkungan stratejik yang tidak komprehensif, dan/atau terdapat ketidaksesuaian rencana stratejik (strategic plan) antar level stratejik. Selain itu, Risiko Stratejik juga timbul karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, perubahan kondisi ekonomi makro, dinamika kompetisi di pasar, dan perubahan kebijakan otoritas terkait.

Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Termasuk dalam kebijakan dan strategi Manajemen Risiko adalah penetapan dan persetujuan limit Risiko baik Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko, maupun per aktivitas fungsional. Kebijakan dan strategi Manajemen Risiko disusun paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan.
Huruf b
Termasuk tanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko adalah:
1.      mengevaluasi dan memberikan arahan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko; dan
2.      penyampaian laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Komisaris secara triwulanan.
Huruf c
Transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi antara lain transaksi yang telah melampaui kewenangan pejabat Bank satu tingkat di bawah Direksi, sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern Bank yang berlaku.
Huruf d
Pengembangan budaya Manajemen Risiko antara lain meliputi komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang pentingnya pengendalian intern yang efektif. - 6 -

Huruf e
Peningkatan kompetensi sumber daya manusia antara lain melalui program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan mengenai penerapan Manajemen Risiko.
Huruf f
Yang dimaksud dengan independen antara lain adanya pemisahan fungsi antara satuan kerja Manajemen Risiko yang melakukan identifikasi, pengukuran, dan pemantauan Risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi.
Huruf g
Kaji ulang secara berkala antara lain dimaksudkan untuk mengantisipasi jika terjadi perubahan faktor eksternal dan faktor internal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Evaluasi kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh Dewan Komisaris paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau frekuensi yang lebih tinggi dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan.
Huruf b
Evaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko dilakukan oleh Dewan Komisaris paling sedikit secara triwulanan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “transaksi yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris” adalah transaksi yang telah melampaui kewenangan Direksi untuk memutuskan transaksi, sesuai dengan kebijakan dan prosedur intern Bank yang berlaku.

Pasal 8
Kebijakan Manajemen Risiko ditetapkan antara lain dengan cara menyusun strategi Manajemen Risiko untuk memastikan bahwa:
a.      Bank tetap mempertahankan eksposur Risiko sesuai kebijakan dan prosedur intern Bank dan peraturan perundang-undangan serta ketentuan lain; dan
b.      Bank dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keahlian di bidang Manajemen Risiko sesuai kompleksitas usaha Bank.
Penyusunan strategi Manajemen Risiko dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan Bank, organisasi Bank, dan Risiko yang timbul sebagai akibat perubahan faktor eksternal dan faktor internal.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Toleransi Risiko merupakan potensi kerugian yang dapat diserap oleh permodalan Bank.
Huruf d
Penetapan penilaian peringkat Risiko merupakan dasar bagi Bank untuk mengategorikan peringkat Risiko Bank.
Peringkat Risiko bagi Bank dikategorikan menjadi 5 (lima) peringkat, yaitu:
1.      Peringkat 1 (Low);
2.      Peringkat 2 (Low to Moderate);
3.      Peringkat 3 (Moderate);
4.       Peringkat 4 (Moderate to High); dan
5.       Peringkat 5 (High).

Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.  

Pasal 9
Ayat (1)
Tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) memperhatikan pengalaman yang dimiliki Bank dalam mengelola Risiko.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengertian secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau frekuensi yang lebih tinggi, sesuai jenis Risiko, kebutuhan, dan perkembangan Bank.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “dokumentasi yang memadai” adalah dokumentasi yang tertulis, lengkap, dan memudahkan untuk dilakukan jejak audit (audit trail) untuk keperluan pengendalian intern Bank.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “faktor-faktor Risiko” adalah berbagai parameter yang mempengaruhi eksposur Risiko.
Yang dimaksud dengan “faktor-faktor Risiko (risk factors) yang bersifat material” adalah faktor-faktor Risiko baik kuantitatif maupun kualitatif yang berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi keuangan Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Proses identifikasi Risiko antara lain dapat didasarkan pada pengalaman kerugian Bank yang pernah terjadi.

Ayat (2)
Untuk memperkirakan Risiko, Bank dapat menggunakan berbagai pendekatan, baik kualitatif maupun kuantitatif, disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank.
Huruf a
Pengertian secara berkala paling sedikit secara triwulanan atau frekuensi yang lebih tinggi, sesuai dengan perkembangan usaha Bank dan kondisi eksternal yang langsung mempengaruhi kondisi Bank.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perubahan yang bersifat material” adalah perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi, dan/atau faktor Risiko, yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan Bank.
Ayat (3)
Huruf a
Evaluasi terhadap eksposur Risiko dilakukan dengan cara pemantauan dan pelaporan Risiko yang bersifat material atau yang berdampak kepada kondisi permodalan Bank, yang antara lain didasarkan atas penilaian potensi Risiko dengan menggunakan historical trend.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengendalian Risiko dapat dilakukan antara lain dengan cara lindung nilai, metode mitigasi Risiko, dan penambahan modal untuk menyerap potensi kerugian.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Laporan atau informasi eksposur Risiko mencakup eksposur kuantitatif dan kualitatif, secara keseluruhan

(composite) maupun rincian per jenis Risiko dan per jenis aktivitas fungsional.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Laporan atau informasi yang disampaikan kepada Direksi dapat ditingkatkan frekuensinya sesuai kebutuhan Bank.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan.
Huruf c
Efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional antara lain diperlukan untuk melindungi aset dan sumber daya Bank lainnya dari Risiko terkait.
Huruf d
Efektivitas budaya Risiko (risk culture) dimaksudkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan penyimpangan secara lebih dini dan menilai kembali kewajaran kebijakan dan prosedur yang ada pada Bank secara berkesinambungan.

Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Huruf a
Komite Manajemen Risiko harus bersifat non-struktural.
Huruf b
Satuan kerja Manajemen Risiko harus bersifat struktural.
Pasal 17
Ayat (1)
Keanggotaan komite Manajemen Risiko dapat berupa keanggotaan tetap dan tidak tetap, sesuai kebutuhan Bank.
Huruf a
Salah satu anggota dari mayoritas Direksi dalam komite Manajemen Risiko adalah direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pejabat eksekutif” adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi atau mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan atau operasional Bank.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Termasuk dalam keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal antara lain pelampauan ekspansi usaha yang signifikan dibandingkan rencana bisnis Bank dan pengambilan posisi atau eksposur Risiko yang menyimpang dari limit yang telah ditetapkan.

Pasal 18
Ayat (1)
Pengaturan ini dimaksudkan agar Bank dapat menentukan struktur organisasi yang tepat dan sesuai kondisi Bank, termasuk kemampuan keuangan dan sumber daya manusia.
Ayat (2)
Pengertian independen antara lain tercermin dari adanya:
a.      pemisahan fungsi dan tugas antara satuan kerja Manajemen Risiko dengan satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern; dan
b.      proses pengambilan keputusan yang tidak memihak atau menguntungkan satuan kerja operasional tertentu atau mengabaikan satuan kerja operasional lainnya.
Ayat (3)
Mengingat ukuran dan kompleksitas usaha Bank yang berbeda, satuan kerja Manajemen Risiko dapat bertanggung jawab langsung kepada direktur yang ditugaskan secara khusus oleh Bank seperti direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan atau direktur Manajemen Risiko.
Istilah direktur utama dapat dipersamakan dengan presiden direktur.
Ayat (4)
Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko disesuaikan dengan tujuan usaha, kompleksitas usaha, dan kemampuan Bank.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Stress testing dilakukan guna mengetahui dampak dari implementasi kebijakan dan strategi Manajemen Risiko terhadap kinerja dan pendapatan masing-masing satuan kerja operasional atau aktivitas fungsional Bank.
Huruf c
Kaji ulang antara lain dilakukan berdasarkan temuan audit intern dan/atau perkembangan praktek-praktek Manajemen Risiko yang berlaku secara internasional.

Huruf d
Termasuk dalam pengkajian adalah penilaian kemampuan Bank untuk melakukan aktivitas dan/atau produk baru dan kajian usulan perubahan sistem dan prosedur.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Rekomendasi antara lain memuat rekomendasi yang terkait dengan besaran atau maksimum eksposur Risiko yang wajib dipelihara oleh Bank.
Huruf g
Profil Risiko merupakan gambaran secara menyeluruh atas besarnya potensi Risiko yang melekat pada seluruh portofolio atau eksposur Bank.
Frekuensi penyampaian laporan ditingkatkan dalam hal kondisi pasar berubah dengan cepat. Untuk eksposur Risiko yang berubah relatif lama, seperti Risiko Kredit, penyampaian laporan disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Pasal 19
Frekuensi penyampaian informasi eksposur Risiko disesuaikan dengan karakteristik jenis Risiko.
Termasuk dalam definisi satuan kerja operasional (risk-taking unit) antara lain satuan kerja perkreditan, treasuri, dan pendanaan.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “produk Bank” adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank.
Yang dimaksud dengan “aktivitas Bank” adalah jasa yang disediakan oleh Bank kepada nasabah, antara lain jasa keagenan dan/atau kustodian.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Masa uji coba dimaksudkan untuk memastikan bahwa metode pengukuran dan pemantauan Risiko telah teruji.
Huruf d
Sistem informasi akuntansi paling kurang menggambarkan profil Risiko dan tingkat keuntungan maupun kerugian untuk produk atau aktivitas baru secara akurat.
Huruf e
Analisa aspek hukum mencakup kemungkinan adanya Risiko Hukum yang ditimbulkan oleh produk atau aktivitas baru serta kesesuaian dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Huruf f
Aspek-aspek dalam menerapkan transparansi informasi kepada nasabah memperhatikan paling sedikit:
1.      informasi yang disampaikan lengkap, benar, dan tidak menyesatkan nasabah;
2.      informasi yang berimbang antara potensi manfaat yang mungkin diperoleh dengan Risiko yang mungkin timbul bagi nasabah; dan
3.      informasi yang disampaikan tidak menyamarkan, mengurangi, atau menutupi hal-hal yang penting terkait dengan Risiko yang mungkin timbul.
Ayat (3)
Huruf a
Termasuk dalam kriteria tidak pernah diterbitkan atau dilakukan sebelumnya adalah produk atau aktivitas yang telah diterbitkan atau dilakukan oleh Bank lain namun belum pernah diterbitkan atau dilakukan oleh Bank yang bersangkutan.
Huruf b
Perubahan eksposur Risiko dalam pengaturan ini tidak mencakup perubahan eksposur Risiko yang terkait produk atau aktivitas konvensional seperti giro,

tabungan, deposito, kredit, produk derivatif yang bersifat plain vanilla, dan aktivitas kustodian.
Pasal 21
Termasuk dalam kategori tindakan menyetujui adalah mengetahui namun tidak melarang atau membiarkan terjadinya pemasaran produk atau aktivitas yang bukan merupakan produk atau aktivitas Bank dengan menggunakan sarana atau fasilitas Bank oleh pengurus dan/atau pegawai.
Pasal 22
Cakupan transparansi informasi yang perlu diungkapkan kepada nasabah mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai transparansi informasi produk Bank. Selain itu transparansi informasi juga mencakup prosedur, skim, dan materi yang perlu diungkapkan, seperti karakteristik produk atau aktivitas, Risiko, serta hak dan kewajiban nasabah.
Pasal 23
Ayat (1)
Laporan profil Risiko memuat antara lain informasi tentang tingkat dan tren seluruh eksposur Risiko.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan profil Risiko disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan sebelumnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Produk atau aktivitas baru yang wajib dilaporkan mencakup seluruh produk atau aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3).
Laporan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru paling sedikit memuat hal-hal yang ditetapkan dalam Pasal 20 ayat (2).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru dicantumkan dalam rencana bisnis Bank untuk tahun yang sama dengan rencana penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas baru.
Ayat (5)
Evaluasi Otoritas Jasa Keuangan mencakup antara lain aspek kesiapan Bank, penerapan Manajemen Risiko, transparansi informasi produk, dan perlindungan nasabah.
Ayat (6)
Huruf a
Ketidaksesuaian tersebut meliputi antara lain prosedur, skim, karakteristik produk atau aktivitas, Risiko serta hak dan kewajiban nasabah.
Huruf b
Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank antara lain dapat disebabkan oleh Risiko Reputasi dan Risiko Pasar dari penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas Bank.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Laporan terkait penerapan Manajemen Risiko meliputi antara lain laporan proyeksi arus kas dan laporan profil maturitas dalam rangka penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas.
Laporan terkait aktivitas tertentu meliputi antara lain laporan pelaksanaan keagenan reksadana dan/atau laporan pelaksanaan kegiatan bancassurance.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Penilaian terhadap Manajemen Risiko Bank termasuk penilaian Risiko yang melekat (inherent risk) dan kecukupan sistem pengendalian Risiko (risk control system).
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kinerja Manajemen Risiko merupakan hasil penerapan Manajemen Risiko untuk periode awal tahun (bulan Januari) sampai dengan akhir tahun (bulan Desember) termasuk profil Risiko, sedangkan arah kebijakan Manajemen Risiko merupakan arah dan strategi Manajemen Risiko periode 1 (satu) tahun ke depan.

Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hari” adalah hari kerja.
Ayat (2)
Bank yang telah dikenakan sanksi administratif berupa denda dalam ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Bank yang telah dikenakan sanksi administratif berupa denda pada ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.